***
Waktu itu, aku masih bocah. Pakai jilbab miring dengan kemeja kebesaran dan sepan kedodoran. Datang ke mari dengan kelebihan epinefrina, sampai-sampai kemejaku lusuh kena kencang tanganku menggenggam.
Ah, waktu itu. Saat aku masih teguh pendirian untuk jadi bocah seni. Tetap ingin coba lagi walau sudah gagal sebanyak dua kali.
Waktu itu aku kecewa namun senang di waktu bersamaan. Kebingungan harus mencerna yang mana duluan.
Waktu itu aku jatuh cinta pada seseorang, sampai aku terambau pada lubang besar yang acap ditutur kehilangan, kepayahan.
Waktu itu guru.
Waktu itu aku masih bocah, pun sekarang.
***
Kalau hujan datang, lepasnya sering ikut membawa kenangan. Kalau kenangan datang, aku suka baper sendirian. Sedari tadi yang aku jamah bukanlah buku pelajaran, melainkan sebuah handphone keluaran tahun 2011 yang sudah memutar video Putih Abu (Sebuah Catatan Akhir Sekolah 2015) sebanyak lima kali. Video yang dibuat dengan segenap antusiasme bocah yang di ambang kebebasannya. Kebebasan yang ternyata... liar.
Hari ini aku adalah mahasiswa semester tiga. Nggak tua, nggak juga muda. Alhamdulillah udah nggak lagi ditanya, "Kelas berapa?", sama ibu-ibu di angkot. Hehehe. Lihat deh, interaksi bisa terjalin semudah itu. Aku heran sama orang-orang yang masih menyebutku apatis. Kadang rasanya ingin berbisik di telinganya bahwa, "Hey! Aku tidak apatis."
Waktu itu mungkin aku apatis.
Tapi sekarang tidak.
Sungguh.
***
Purwokerto, 4 November 2016